Tuesday, November 07, 2006

Jejak-jejak Kita

Sanur sore ini.

Sudah tiga tahun sejak kepergianmu, perpisahan kita, aku kembali membenamkan telapak kakiku di pasir Sanur.

Semua sudah berubah jeng, pasir yang dulu kita injak bersama sudah tidak ada lagi, habis dibawa ombak selat Penida. Berganti dengan yang baru. Bibir pantai tak lagi sedekat dulu. Kini menjauh menjorok seolah menantang ombak.

Anjing-anjing di sana juga bukan yang dulu lagi. Berganti seiring dengan hukum alam. Kamu ingat si Loreng, anjing jantan yang menjadi "jagoan" di sana? Ia sudah tak lagi berlari mengejar dan beradu dengan anjing lain atau pun sekedar berlompatan di riak-riak air yang datang. Orang-orang di hotel bilang, " si Loreng sudah tewas, mungkin keracunan ikan yang terdampar...". Entah anjing mana yang menggantinya.

Jalur 'paving block' yang dulu rusak disana-sini, kini sudah jauh lebih baik. Tempat kamu dulu hampir terpeleset karena gelap ketika kita pergi ke misa di Hyatt, kini sudah bagus dan terang-benderang meski malam hari.

Ah ya, bahkan misa di Hyatt pun kini sudah tidak ada lagi. Entah orang mana yang jadi GM di sana, yang jelas dia tidak mempunyai sedikit hati untuk membiarkan orang-orang berdoa di sana. Yah mungkin hanya seorang antek kapitalis berhati dingin yang ingin mencari muka di depan pemilik hotel.

Ya jeng, semua berubah. Juga tangan yang menggenggamku sore ini, bukan lagi lembut telapak tanganmu. Kaki yang mengiringi di sisiku sekarang juga bukan lagi kaki indahmu. Kini dia menjadi wanita ke dua yang memelukku di pantai, di depan orang banyak itu. Ya jeng, meski kamu tidak percaya waktu kukatakan itu (mungkin hingga sekarang), kamu tetap wanita pertama yang memelukku di pantai, di depan orang banyak itu.

Dari semuanya masih ada yang tidak berubah. Ombak-ombak yang terus menghantam dinding karang di ujung sana. Angin kencang yang bertiup menerbangkan burung-burung. Cakrawala senja yang indah.

Kuta pagi esok.

Sesungguhnya, aku tidak tahu apakah Kuta masih cukup menarik untuk diceritakan kepadamu. Semua, seperti yang aku katakan dulu, di sini selalu cepat berubah. Orang-orang bilang toko-toko makin bertambah, hotel-hotel kecil juga menjamur, cafe-cafe makin bertebaran dan bahkan media bercerita tentang penderitaan yang juga bertambah.

Aku berharap, ombak-ombak masih seperti dulu. Pasir putih tetap bertahan meski dihanyutkan arus Samudera Indonesia. Angin tetap bertiup menerbangkan burung-burung. Aah.. biarkan juga anjing-anjing itu berlarian bersama tuannya.

Jeng, aku ingin luangkan waktu untuk sekedar berlutut di depan Bunda Maria, namun kudengar, gereja di sini pun ikut merubah dirinya. Entah apakah akan menjadi lebih nyaman kelak. Menjadi lebih besar tentu iya, namun untuk tetap bersahaja mungkin tidak.

Tetapi jeng, pagi esok aku hanya berjalan sendiri.
_____________
Ubud, Februari 2006
Keterangan:
Jeng/ diajeng istilah bhs. Jawa merupakan panggilan sayang untuk wanita yang lebih muda.
In memoriam: "Joe" preman Sanur, si anjing loreng penguasa pantai Tanjung Sari.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home