Monday, November 20, 2006

The Angel Hurts Us

Krisna menatapku.
“Lu kok dingin aja?” ia bertanya.
“Emang gue musti ngapain?” jawabku.
“Gue minta saran lu, atau lu komentar apa kek…”
“Ga ada yang musti gue komentarin…lu percaya dengan keyakinan lu, ngapain juga gue repot kasih komentar…emang lu bisa terima..”

Di ruang itu, kamar kos Ridwan, ada kami bertiga, Ridwan, Krisna dan aku. Kami berkumpul karena sejam yang lalu Ridwan “menyeret” Krisna dari kamarnya karena mau bunuh diri.

Ridwan memandang Krisna seperti melihat seorang pesakitan yang diadili di sidang mahkamah agung.

Krisna pucat, wajahnya menunjukkan keputus-asaan. Ridwan bertanya:

“Kris, tapi lu kan ga perlu pakai bunuh diri segala dong…”
“Lu, ga tau rasanya sih Wan,..ini masalah keyakinan bahwa dia cinta sejati gue…dan gue lebih baik mati daripada hidup dan terbayang-bayang wajahnya…”
“Tapi kan life must go on….you deserve to have a good life…” Ridwan mencoba menghibur.

Aku masih terdiam, hanya menatap Krisna. Matanya berair.

“Denger ya lu berdua,…lu bisa aja bilang ma gua kalo di dunia ini cewe ga cuma si Esti doang, tapi gue meyakini kalo dia belahan jiwa gue…dan gue punya bukti-bukti yang bisa bilang kalo dia emang belahan jiwa gue….”

Aku menukas

“Tapi faktanya dia menikah ama penyanyi rock itu, dan lu di sini nangis-nangis, garuk-garuk karpet…it’s useless kalo lu masih mikirin dia”

“Lu tuh pada ga ngerti..ini masalah cinta sejati, true love is exist maaan….dan gua yakin itu….kalo lu ga pernah ngalamin itu, lu ga tau rasanya jadi seperti gue…”

Aku saling tatap dengan Ridwan.

Tiba-tiba Ridwan bicara:

“Sejati atau ga sejati…yang jelas lu ga bisa seperti ini, hidup lu masih panjang dan tetep harus lu isi dengan yang lebih berguna…apa kek…”

Krisna terdiam tapi masih juga terlihat tidak bisa menerima pernyataan Ridwan begitu saja.
Lirih ia berkata:
“Kalian ga ngerti betapa gue cinta ma dia….”

“Kalo lu emang cinta, lu musti hidup, belati lu itu ga bisa nyelesein apa-apa!!!…” Ridwan berkata keras.

Aku beranjak dari dudukku, melangkah menuju rak koleksi CD dan kaset Ridwan. Aku mencari-cari koleksi lagu Sting. Menemukannya, ini dia; “When you love somebody set them free”. Aku pasang.

Ridwan menatapku, mendengar lagu itu dan tersenyum. Dia mengerti maksudku. Tapi si bebal Krisna itu lebih sibuk menahan air matanya.

“Heh…denger nih lagu baik-baik!!!” aku menyuruh Krisna.

Ia bergeming, mencoba menahan agar sesengguknya tak berlebihan.

Kami terdiam hingga lagu itu berakhir. Tiba- tiba Krisna memandangku, dengan mata nyalang, seolah ingin melabrakku, ia berteriak.

“She is my angel!!! You know!?!...”

Ridwan melihatku, melihatnya, dan:

“Kris, lu tahu ga lu ngomong apa?”

Ia menatap Ridwan dan mengulang:

“She is my angel…”

Aku melihat Ridwan, raut mukanya berubah seperti orang yang tidak percaya.

“Kris, are you sure?” Tanya Ridwan lagi.

Krisna terlihat kesal atas pertanyaan itu, tapi ia menjawab lagi.

“She is my angel !!!”

Ridwan menatapku. Aku balas menatapnya. Menghela nafas sejenak. Tak lama kemudian aku menghampiri Krisna. Mengangkat dagunya agar matanya bisa langsung menatap ke mataku. Ia terkejut tapi tak melawan, ia tahu aku akan mengatakan sesuatu.

“We don’t marry an angel!”


_________________

0 Comments:

Post a Comment

<< Home