Thursday, May 24, 2007

"Lalu apa?"

Singapura, Selasa, 19.15 LT

“Aku n’dak ingin kamu berhubungan lagi dengannya..”
“Tapi mba’…”
“N’dak pakai tapi…pokoknya aku ga suka kamu berhubungan dengan dia. Titik!”.
“Alasannya?..”
“N’dak usah tanya alasan…apa sih susahnya nurut sama mba’, kamu tokh juga ga akrab sama dia kan…”
“Iya tapi kan dia temen lama kita mba’..”
“Udahlah! Pokoknya kamu ga usah berhubungan apalagi ketemuan sama dia…”.
“Salah dia apa sih mba’?”.
“E e e…kamu tuh, aku udah bilang titik…ya titik..ga usah tanya-tanya lagi..”.

Aku tahu bahwa mba Tien memang cerewet, tapi baru kali ini ia dengan sengaja dan penuh amarah melarangku untuk berhubungan dengan teman lama kami. Aku sudah lama tidak bertemu dengannya, bahkan aku menelepon mba’ Tien untuk memberi tahu bahwa aku berhasil menemukan teman kami itu melalui friendster dan besok aku akan menemuinya di teater Esplanade.

Aku tidak bisa meraba ada masalah apa sebetulnya antara laki-laki itu dengan mba Tien. Kami tidak pernah bertemu sejak delapan tahun lalu, dan tiba-tiba saja aku menemukannya di belantara friendster. Kebetulan ia akan datang ke Singapura malam ini dan besok aku berjanji akan menemuinya.

Aku mencoba mengingat-ingat masa lalu, mencari tahu sejauh mana hubungan kami dengan laki-laki itu. Rasanya tidak ada yang terlalu istimewa. Namun bila tidak ada yang istimewa:"lalu apa?".


Yogyakarta, Selasa, 18.20 WIB

“Siapa yang nelpon ndhuk?”
“Irwan ma..”
“Lho kok wis ditutup?...mama mau bicara sama dia jhe..”
“Ya, ntar malem mama telpon aja dia…”
“Janjane kowe ki ngopo tho?...kok kliatannya senewen gitu..”
“Ga papa, cuma pengen main ama anakku..”
“Yo wis.. kono!...sing ati-ati yo, anakmu bar minum susu …jo nganti mutah..”.

Sesungguhnya aku memang senewen, tapi tidak dengan Irwan adikku itu. Lebih karena berita yang dia sampaikan. Lelaki itu memang teman lama kami. Namun dia tidak lagi bisa leluasa begitu saja bertemu dengan adikku apalagi denganku.

Ia terlalu banyak memberi kenangan indah bagiku, kami pernah menjalin hubungan rahasia, atau lebih tepat jika itu disebut perselingkuhan, sesaat menjelang pernikahanku. Aku tidak ingin hubungan ini diketahui karena suamiku akan sangat marah. Aku tidak ingin ada keributan. Meski sesungguhnya aku ingin tahu juga kabar tentang dirinya.

Aku membayangkan lelaki itu sekarang. Masih kuruskah? Masih sibuk dengan dunia seninyakah?Apa yang dilakukannya di Singapur? Pamerankah? Apakah ia masih akan menatapku seperti dulu? Masih cintakah ia padaku? Atau dia sudah beristri? Banyak pertanyaan dalam benakku. Namun jika memang aku bisa bertemu dengannya:" lalu apa?".

Singapura, Rabu, 16.30 LT

“Tuuut..tuut…the number that you wish to contact can’t be reached at the moment, please try again..”
“Ada apa sih nih?”, aku memaki dalam hati.

Ini sudah ketiga kalinya aku menghubungi Irwan, dan dia tidak menerima panggilanku. Ada apa sebetulnya? Aku merasa sangat perlu untuk bertemu dengannya karena Irwan adalah satu-satunya orang yang bisa menyampaikan suratku untuk Tien. Aku sungguh berharap bahwa ia akan datang.

Aku akan menjelaskan banyak hal kepadanya tapi kini ia tidak datang. Aku mereka-reka apa penyebab ketidak- datangannya. Aku berharap dia tidak mengalami kecelakaan atau tiba-tiba sakit. Aku khawatir.

Aku mulai berimajinasi atas apa yang mungkin terjadi. Bukan pikiran yang positif tentu. Pertanyaan terburuk adalah: apa mungkin Tien melarang adiknya untuk bertemu denganku? Aku tahu pasti bahwa Irwan akan memberi tahu Tien mengenai pertemuan ini, dan memang ini yang aku harapkan. Tapi mengapa harus melarangnya. Adiknya, menurutku, mustinya tidak mengetahui mengenai hubunganku dengan Tien di masa lalu.

Sudah lewat 1 jam dari waktu yang kami sepakati. Otakku masih berpikir. Namun, jika memang Tien tidak melarangnya: "lalu apa?".


_________________________

0 Comments:

Post a Comment

<< Home