Sunday, November 04, 2012

Terpojok


Aku memperhatikan terus gelagatnya.  Ia masih juga di situ, menari-nari, menandak-nandak, sambil berbicara tak jelas  (tapi mungkin aku yang  tak ingin mendengarnya).
Kurasakan keringat dingin mengalir dari leher turun ke punggung.  Aku tak suka dengan situasi ini, tapi ia masih juga tak beranjak pergi.
Tiba-tiba ia berhenti dan menatapku tajam. Ada sorot mata murka di matanya. Aku hanya bisa memaki dalam hati, “Anjing! Apa salah gue sampai harus ada di tempat ini?”.
Ia berdiri dan tangannya berkacak pinggang. Masih menatapku tajam dengan sorot mata murka.
Aku tak berani melawan tatapannya. Aku melihat badannya bergerak-gerak, ke kanan, ke kiri.
Tak lama kemudian ia berteriak-teriak memakiku begitu saja. Sungguh aku tak mau mendengar apa yang dikatakannya. Ia terus berteriak-teriak. 
Sebetulnya ada beberapa orang lain di sekitar situ, tapi entah mengapa, mereka tidak perduli sama sekali untuk menolongku keluar dari situasi ini.
Aku ingin berbalik, tapi tak bisa. Orang itu masih saja memakiku, dan kini ia menuding-nuding kea rah wajahku.  Ia berjalan mendekat, dan aku semakin ketakutan.
Kini tangannya membentang, ototnya terlihat mengeras. Wajahnya tersenyum sinis dengan raut kemenangan.
Aku menatap matanya. Aku berpikir untuk melawannya saja.
Ia semakin mendekat, dan tangannya menggapai ke arah pundakku.  Aku memutuskan untuk berkelahi saja dengannya. Aku tidak bersalah, dan tidak layak berada di dalam situasi seperti ini. Sekali saja ia menyentuhku, akan kuhajar dia.
Ia semakin mendekat, sambil tertawa penuh kemenangan, ia menggamit pundakku ..
“haaaa!....kena!..sekarang kamu yang ngejar!..”
Aku terkejut, tubuhku terasa lemas dan tak jadi memukul. Sekali lagi hanya bisa memaki dalam hati.
“Dasar! Orang gila siallaaaaan!!”

0 Comments:

Post a Comment

<< Home